Dosen : Drs. Maryanto, M. Si
pajak penghasilan
pajak penghasilan
Resi prabangkoro 3142300419 pajak B
pajak penghasilan pasal 21,22,23,24,25,26
PPH
PASAL 21
1. Pengertian PPh
Pasal 21
Adalah pajak yang dipotong oleh
pemberi kerja atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri.
2. Berikut ini adalah imbalan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi dalam negeri:
a)
Pegawai tetap, berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b)
Pegawai tidak tetap atau tenaga
kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau
upah yang dibayarkan secara bulanan.
c)
Penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan lainnya
d)
Pemutusan hubungan kerja dan
penghasilan sehubungan dengna pensiun yang diterima secara sekaligus berupa
uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua,
dan pembayaran lain yang sejenis.
e)
Bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,
komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
f)
Peserta kegiatan, antara lain berupa
uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan
dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
g)
Penghasilan berupa natura dan/atau
kenikmatan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final atau Norma Penghitungan Khusus (deemed profit).
3. Pemotong Pajak PPh Pasal 21
a) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi atau badan,
baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan
oleh pegawai atau bukan pegawai.
b) Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara
atau pemegang kas pada pemerintah Pusat termasuk instansi TNI/POLRI, Pemerintah
Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga, negara lainnya, dan
Kedutaan Besar Republik Indonesia dil luar negeri, yang membayarkan gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
c) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga
kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua
atau jaminan hari tua.
d) Orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar
e) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status
Subjek Pajak dalam negeri, termasuk tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya.
·
Honorarium atau pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang
pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri.
·
Honorarium atau imbalan lain kepada
peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
f) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah,
organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi
serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium,
hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
4. Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai
kewajiban untuk melakukan pemotongan PPh pasal 21 adalah :
a) Kantor
perwakilan Negara asing
b) Organisasi-organisasi
internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan
c) Pemberi
kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah
tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
5. Wajib Pajak PPh 21
a) Pegawai
b) Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
c) Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan denga pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:
·
Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas, yang terdir dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan,
notaries, penilai, dan aktuaris.
·
Pemain musik, pembawa acara,
penyanyi, pelawak, bintang film, bintsng sinteron, bintang iklan, sutradara,
kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat,
pelukis, dan seniman lainnya.
·
Olahragawan
·
Penasehat, pengajar, pelatih,
penceramah, penyuluh, dan moderator.
·
Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
·
Pemebri jasa dalam segala bidang
termasuk teknik computer dan sisitem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika,
fotografi, ekonomi, dan social serta pemebri jasa keapda suatu kepanitiaan.
·
Agen iklan
·
Pengawa atau pengelola proyek
·
Pembawa pesanan atau yang menemukan
langganan atau yang menjadi perantara.
·
Petugas penjaja barang dagangan
·
Petugas dinas luar asuransi
·
Distributor perusahaan umtilevel
marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
d) Peserta
kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya
dalam suatu kegiatan, antar alain meliputi :
e) Peserta perlombaan dalam sehala bidang, antara lain
perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya.
f) Peserta rapat, konferensi, siding, pertemuan, atau kunjungan
kerja.
g) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu.
h) Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
i) Peserta kegiatan lainnya.
6. Tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21
a) Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain
dari Negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang
bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga
Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan
lain di luar jabatan atau pekerjaannya tesebut, serta Negara yang bersangkutan
memberikan perlakuan timbale balik.
b) Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang
telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan ewarga Negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
7. Objek Pajak PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong adalah:
a) Penghasilan yang diterima atasu diperoleh pegawai tetap,
baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b) Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun
secara teatur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
c) Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan
penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secra sekaligus berupa uang
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, damn
pembayaran lain sejenis.
d) Penghasilan
pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
e) Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,
komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan.
f) Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang
saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
anma dan dalam bentuk apapun, dan ombalan sejenis dengan nama apapun.
g) Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
·
Bukan Wajib Pajak
·
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final atau
·
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
Berikut ini yang bukan merupakan
objek pemotongan PPh Pasal 21:
a) Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan
asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
b) Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam
bentuk apng diberikan apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final atau Norma Perhitungan Khusus (deemed profit).
c) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua
atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau
badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi
kerja.
d) Zakat
yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia dan diterima oleh
orang pribadi yag berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah.
e) Beasiswa, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·
penghasilan berupa beasiswa yang
diterima atau diperoleh WNI dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka
mengikuti pendidikan formal dan atau informal di dalam negeri maupun di luar
negeri.
·
ketentuan beasiswa tersebut tidak
berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik,
komisaris, direksi atau pengurus dari Wajib Pajak pemberi beasiswa.
·
Komponen beasiswa terdiri dari biaya
pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya
penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk
pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengna daerah lokasi
tempat belajar.
9. Tarif Pajak dan Penerapannya untuk Wajib Pajak yang memiliki
NPWP
a) Penghitungan Pemotongan PPh Terhadap Penghasilan Pegawai
Tetap
o Dengan
Gaji Bulanan
Contoh
:
Sanusi pada tahun 2009 bekerja pada
perusahaan PT Madju dengan memperoleh gaji sebulan Rp 2.500.000 dan membayar
iuran pensiun sebesar Rp 100.000. Sanusi menikah tetapi belum mempunyai anak.
Penghitungannya sebagai berikut:
Gaji
sebulan
Rp 2.500.000
Pengurangan:
1) Biaya jabatan:
5% x Rp
2.500.000 Rp 125.000
2) Iuran pensiun
Rp
100.000
Jumlah
pengurangan
(Rp 225.000)
Penghasilan netto
sebulan
Rp 2.275.000
Penghasilan netto setahun (12xRp
2.275.000) Rp 27.300.000
PTKP setahun
-untuk WP
sendiri
Rp 15.840.000
-tambahan WP
kawin Rp 1.320.000
Jumlah
PTKP
(Rp 17.160.000)
Penghasilan Kena Pajak setahun
Rp 10.140.000
PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp
10.140.000 Rp
507.000
PPh pasal 21 sebulan Rp 507.000 :
12
Rp
42.250
o Dengan
gaji Mingguan dan Gaji Harian
Contoh:
Toni Wijaya pegawai pada perusahaan
PT Samudra dengan memperoleh gaji mingguan sebesar Rp 500.000 . Toni kawin dan
mempunyai seorang anak. PT Samudra masuk program Jamsostek, premi Jaminan
Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan
jumlah masing-masing setiap bulan sebesar 1% dan 0,3% dari gaji. PT Samudra
membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,7% dari gaji dan Toni
membayar iuran pensiun Rp 10.000 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji.
Penghitungannya sebagai berikut :
Penghasilan sebulan
(4x500.000)
Rp 2.000.000
Premi JKK
(1%x2.000.000)
Rp 20.000
Premi JKM
(0.3%x2.000.000)
Rp 6.000
Penghasilan bruto
sebulan
Rp 2.026.000
Pengurangan
1) Biaya jabatan (5%x
2.026.000) Rp
101.300
2) Iuran
pensiun
Rp 10.000
3) Iuran JHT (2%x2.000.000)
RP
40.000
Jumlah
pengurangan
(Rp 151.300)
Penghasilan netto
sebulan
Rp 1.874.700
Penghasilan netto setahun (12x1.874.700)
Rp 22.496.400
PTKP
-untuk
WP
Rp 15.840.000
-tambahan karena
menikah
Rp 1.320.000
-tambahan seorang
anak
Rp 1.320.000
Jumlah
PTKP
(Rp 18.480.000)
Penghasilan Kena Pajak
setahun
Rp 4.016.400
Pembulatan
Rp 4.016.000
PPh Pasal 21 setahun 5%x4.016.000
Rp 243.050
PPh Pasal 21 sebulan (243.050 :
12)
Rp 20.254
PPh Pasal 21 sehari
(20.254
:26)
Rp 779
b) Penerima Pensiun Berkala yang Dibayarkan Secara Bulanan
Contoh :
Wijaya seorang pegawai yang sudah
pensiun dengan dana pensiun sebulan Rp 3.000.000. Wijaya sudah menikah dan
memiliki 2 orang anak
Perhitungannya sebagai berikut :
Pensiun sebulan
Rp 3.000.000
Pengurangan :
Biaya pensiun 5% x
3.000.000
(Rp 150.000)
Penghasilan neto
sebulan
Rp 2.850.000
Penghasilan netto setahun
(12x2.850.000)
Rp 34.200.000
PTKP
-untuk WP
sendiri
Rp 15.840.000
-tambahan karena
menikah
Rp 1.320.000
-tambahan untuk 2
anak
Rp 2.640.000
Jumlah
PTKP
(Rp 19.800.000)
Penghasilan Kena
Pajak
Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 setahun 5% x
14.400.000
Rp 720.000
PPh Pasal 21 sebulan 720.000 :
12
RP 60.000
c) Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas yang Dibayarkan
secara Bulanan
Contoh :
Budi bekerja pada perusahaan
elektronik dengan dasar upah harian yang dibayarkan bulanan. Dalam bulan Maret
2009, Budi hanya bekerja 20 hari kerja dan upah sehari adalah Rp 120.000. Budi
menikah tetapi belum memiliki anak .
Penghitungan PPh sebagai berikut :
Upah Maret 2009 (20 x
120.000)
Rp 2.400.000
Penghasilan neto setahun (12 x
2.400.000)
Rp 28.800.000
PTKP
-untuk WP
sendiri
Rp 15.840.000
-tambahan karena
menikah Rp
1.320.000
Jumlah PTKP
(Rp 17.160.000)
Penghasilan Kena
Pajak
Rp 11.640.000
PPh Pasal 21 setahun 5% x
11.640.000
Rp 582.000
PPh Pasal 21 sebulan
(582.000:12)
Rp 48.500
·
Atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian, sepanjang
penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarof lapisan pertama Pasal 17 UU
PPh (5%) diterapkan atas :
a) Jumlah penghasilan bruto sehari yang melebihi Rp 150.000
atau
b) Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya
dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi
Rp 1.320.000
Dalam
hal jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp
6.000.000, PPh Pasal 21 dihitnung dengan menerapkan tarof Pasal 17 UU PPh ataqs
jumlah Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan.
·
Tarif berdasarkan pasal 17 UU PPh
diterapkan atas jumlah kumulatif dari
a) Penghasilan Kena Pajak sebesar jumlah penghasilan bruto
dikurangi PTKP, yang diterima atau diperboleh bukan pegawai (selain tenaga
ahli), yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan yang memenuhi
ketentuan :
o Yang
bersangkutan telah mempunyai NPWP
o Hanya
memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21
o Tidak
memperoleh penghasilan lainnya.
o PPh
Pasal 21 = (penghasilan bruto-PTKP) x tarif Pasal 17 UU PPh
o Jika
tidak memenuhi syarat maka PPh Pasal 21 = Penghasilan bruto x tariff Ps 17
b) 50% dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau
diperoleh tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiridari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris
PPh Pasal 21 = (50% x Penghasilan
bruto) x tarif pasal 17
c) Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris
atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan
yang sama.
PPh Pasal 21 = penghasilan bruto x
tariff Ps 17
d) Jumlah
penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau
imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai
PPh Pasal 21 = penghasilan bruto x
17
e) Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh
peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan
PPh pasal 21= penghasilan bruto x
tariff pasal 17
10. Tarif
Pemotongan PPh Bagi Penerima Penghasilan yang Tidak Punya NPWP
Bagi
penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang tidak memilikiNPWP,
dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% daripada tariff
yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP. Artinya jumlah PPh
yang harus dipotong sebesar 120 %dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya
dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki NPWP. Pemotongan ini hanya
berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final.
Uang
Pesangon adalah penghasilan yang dibayarkan oleh pemberi kerja termasuk
Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja kepada pegawai, dengna nama dan dalam
bentuk apapun, sehubungan dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan
hubungan kerja, termasuk uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.
Dalam
peraturan baru tersebut, ada penyesuaian tarif PPh untuk uang pesangon, uang
pensiun, tabungan hari tua, dan jaminan hari tua dari perusahaan. Adapun tarif
baru tersebut adalah sebagai berikut:
a) Atas penghasilan bruto sampai dengan Rp. 50 juta,
tarifnya 0%;
b) Atas penghasilan bruto diatas Rp. 50 juta sampai dengan Rp.
100 juta, tarifnya 5%;
c) Atas penghasilan bruto diatas Rp. 100 juta sampai dengan Rp.
500 juta, tarifnya 15%.
d) Atas
penghasilan bruto diatas Rp. 500 juta, tarifnya 25%.
Sedangkan
tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari
Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai berikut:
a) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp. 50 juta, dikenakan
tarif 0%;
b) atas penghasilan bruto di atas Rp. 50 juta, dikenakan tarif
5%.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
I.
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut
oleh:
II. Pemungut & Objek PPh Pasal 22
III. Tarif PPh Pasal 22
Atas impor :
Catatan: Pungutan PPh Pasal 22 kepada
penyalur /dealer/agen, bersifat final. Atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor dari pedagang pengumpul (angka II butir 7)
ditetapkan sebesar 0,5 % dari harga pembelian.
IV. Pengecualian Pemungutan PPh
Pasal 22
V. Saat Terutang dan
Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22
VI.Tata Cara Pemungutan,
Penyetoran, dan Pelaporan
PPh
Pasal 22
Pelaporan dilakukan dengan cara
menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari
setelah Masa Pajak berakhir.
|
PAJAK
PENGHASILAN PASAL 23
Pengertian
Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang
berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1. Pemotong PPh Pasal 23:
- badan pemerintah;
- Wajib Pajak badan dalam negeri;
- penyelenggaraan kegiatan;
- bentuk usaha tetap (BUT);
- perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya;
- Wajib Pajak Orang pribadi dalam
negeri tertentu, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Penerima penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 23:
- WP dalam negeri;
- BUT
Tarif dan Objek PPh Pasal 23
- 15 % dari jumlah bruto atas:
a) dividen, bunga, dan royalti;
b) hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
- 15 % dari jumlah bruto dan
final atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi, yang jumlahnya
melebihi Rp. 240.000,00 setiap bulan.
- 5% dari perkiraan penghasilan
neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
Tarif, perkiraan penghasilan neto, dan objeknya adalah:
a) 15 % x 10 % dari jumlah bruto atas sewa penggunaan harta
khusus kendaraan angkutan darat.
b) 15 % x 30 % dari jumlah bruto atas sewa lainnya (tidak
termasuk sewa tanah dan bangunan).
- 15 % dari perkiraan penghasilan
netto atas Imbalan jasa. Tarif, perkiraan penghasilan neto dan objek
imbalan jasa adalah:
a) 15 % x 30 % dari jumlah bruto imbalan jasa teknik dan jasa
manajemen dan jasa konsultan kecuali konsultansi kontruksi
b) 15% x 26 2/3% dari jumlah bruto (yang dibayarkan seluruhnya
termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang) imbalan jasa perencanaan
konstruksi, jasa pengawasan konstruksi;
c) 15% x 30% dari jumlah bruto jasa penilai, jasa aktuaris,
jasa akuntasi, jasa perancang, jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang
penambang minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha
tetap, jasa penunjang di bidang penambangan migas, jasa penambangan dan jasa
penunjang di bidang penambang selain migas, jasa penunjang di bidang penerbang
dan Bandar udara, jasa penebangan hutan, jasa pengelolaan limbah, jasa penyedia
tenaga kerja, jasa perantara, jasa perantara, jasa di bidang perdagangan
surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI,
jasa kostudian/penyimpanan/ penitipan. Kecuali yang dilakukan KSEI, jasa
pengisian suara, jasa mixing film, jasa sehubungan dengan software computer,
termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.
d) 15%
x 30% dari jumlah bruto imbalan jasa instalasi / pemasangan :
1. Jasa instalasi/pemasangan mesin,
2. jasa instalasi / pemasangan peralatan listrik / telepon/air/
gas/ AC/TV kabel
Kecuali yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan mempunyai
izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi;
e) 15% x 30% dari jumlah bruto imbalan jasa perawatan/
pemeliharaan/ perbaikan :
1. Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan mesin,listrik
/telepon /air / gas / AC / TV kabel;
2. Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan peralatan;
3. Jasa perawatan / pemeliharaan / perbaikan bangunan;
Kecuali yang dilakukan oleh Wajib
Pajak yang ruang lingkup pekerjaanya di bidnag konstruksi dan mempunyai
izin/sertifikat sebagai pengusaha konstruksi.
f) 15 % x 13 1/3 % dari jumlah bruto (yang dibayarkan
seluruhnya termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang) imbalan jasa
pelaksanaan konstruksi termasuk jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan
bangunan, jasa instalasi/pemasangan mesin, listrik/ telepon/air/gas/AC/TV kabel
yang dilakukan Wajib Pajak pengusaha Konstruksi yang mempunyai izin/sertifikasi
sebagai pengusaha konstruksi.
g) 5 % x 20 % dari jumlah bruto imbalan jasa maklon, jasa
penyelidikan dan keamanan, jasa penyelenggaraan kegiatan/event organizer, jasa
pengepakan.
h) 15 % x 20 % dari jumlah bruto imbalan jasa penyediaan tempat
dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk
penyampaian informasi
i) 5 % x 10 % dari jumlah bruto imbalan jasa pembasmian hama
dan jasa pembersihan /cleaning service.
j) 15 % x 10 % dari jumlah bruto (yang dibayarkan seluruhnya
termasuk pemberian jasa dan pengadaan material/barang) imbalan Jasa katering
Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah Bruto
tidak termasuk PPN.
Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23
- Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
- Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa
guna usaha dengan hak opsi;
- Dividen atau bagian laba yang
diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri,
koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan
dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:
- dividen berasal dari cadangan
laba yang ditahan;
- bagi perseroan terbatas,
BUMN/D, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling
rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor dan
harus mempunyai usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut;
- Bunga obligasi yang diterima
atau diperoleh perusahaan reksa dana selama 5 (lima) tahun pertama sejak
pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha;
- Bagian laba yang diterima atau
diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi;
- SHU koperasi yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggotanya;
- Bunga simpanan anggota koperasi
yang tidak melebihi jumlah Rp.240.000.00 setiap bulan.
Saat Terutang, Penyetoran, dan SPT
Masa PPh Pasal 23
- PPh Pasal 23 terutang pada akhir
bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya penghasilan
yang bersangkutan, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
- PPh Pasal 23 disetor oleh
Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim berikutnya
setelah bulan saat terutang pajak.
- SPT Masa disampaikan ke Kantor
Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak
berakhir.
Bukti Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong Pajak harus memberikan
Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang
telah dipotong PPh Pasal 23.
Pajak
Penghasilan Pasal 24
Pengertian
Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah Pemotongan Pajak Penghasilan atas seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri yang berasal
dari Luar Negeri
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai berikut :
- Untuk penghasilan dari usaha
dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan
- Untuk penghasilan berupa
dividen, dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut
(650/KMK.04/1994 Jo SE - 22/PJ.4/1995 Jo SE -
35/PJ.4/1995)
- Untuk penghasilan lainnya,
dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut
- Kerugian yang diderita di luar
negeri tidak boleh digabungkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak di
Indonesia.
Mekanisme Pengkreditan PPh yang
Dibayar di Luar Negeri (164/KMK.03/2002)
- Pajak Penghasilan yang dibayar
atau terutang di Luar Negeri dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan
yang terutang di Indonesia.
- Pengkreditan PPh yang dibayar
di Luar Negeri (PPh Pasal 24) dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya
penghasilan dari luar negeri tersebut dengan penghasilan di Indonesia.
- Jumlah PPh Pasal 24 yang dapat
dikreditkan maksimum sebesar jumlah yang lebih rendah di antara PPh yang
dibayar atau terutang di Luar Negeri dan jumlah yang dihitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri dan seluruh Penghasilan
Kena Pajak, atau maksimum sebesar PPh yang terutang atas seluruh
Penghasilan Kena Pajak dalam hal di dalam negeri mengalami kerugian
(Penghasilan dari LN lebih besar dari jumlah Penghasilan Kena Pajak).
- Apabila penghasilan dari luar
negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan PPh Pasal 24
dilakukan untuk masing-masing negara.
- Penghasilan Kena Pajak (PKP)
yang dikenakan PPh Final (Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2000 ) dan/atau penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri (Pasal 8 ayat
(1 dan 4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ) tidak dapat digabungkan
dengan penghasilan lainnya, baik yang diperoleh dari Dalam Negeri maupun
dari Luar Negeri.
- Dalam hal jumlah PPh yang
dibayar atau terutang di luar negeri melebihi PPh Pasal 24 yang dapat
dikreditkan, kelebihan tersebut tidak dapat diperhitungkan di tahun
berikutnya, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan tidak dapat
direstitusi.
- Untuk melaksanakan
prengkreditan PPh Luar Negeri, wajib pajak wajib menyampaikan permohonan
ke KPP bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh, dilampiri dengan ;
- - Laporan Keuangan dari
penghasilan yang berasal dari luar negeri
- - Foto kopi Surat Pemberitahuan
Pajak yang disampaikan di luar negeri
- - Dokumen pembayaran PPh di
luar negeri.
- Atas permohonan wajib pajak,
Kepala KPP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian lampiran-lampiran
di atas, karena alasan-alasan di luar kekuasaan wajib pajak.
- Dalam hal terjadi perubahan
besarnya penghasilan yang berasal dari luar negeri, wajib pajak harus
melakukan pembetulan SPT Tahunan yang bersangkutan dengan melampirkan
dokumen-dokumen yang berkenaan dengan perubahan tersebut.
- Apabila karena pembetulan SPT
tersebut menyebabkan PPh kurang dibayar, maka atas kekurangan bayar
tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
- Apabila karena pembetulan SPT
tersebut menyebabkan lebih bayar, maka atas kelebihan tersebut dapat
dikembalikan kepada wajib pajak setelah diperhitungkan dengan utang pajak
lainnya.
PPH
PASAL 25
Cara Menghitung Besarnya PPh pasal
25
Besarnya
angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar oleh WP untuk setiap
bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan:
n Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam
pasal 21 dan pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22
n Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri
yang boleh dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24
¨ Setelah dilakukan pengurangan
kemudian dibagi 12 (duabelas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
Hal-hal Tertentu Untuk Penghitungan
Besarnya Angsuran PPh Pasal 25
a) Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian
b) Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
c) SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat
batas waktu yang ditentukan
d) Wajib
Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh
e) Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang
mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum
pembetulan
f) Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak
Beberapa Masalah/Kasus untuk
Menghitung Besarnya PPh Pasal25
èAngsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu
èApabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung
kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut dan berlaku mulai bulan
berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP
Baru,Bank,BUMN,BUMD, dan WP Tertentu lainnya
Berdasarkan UU PPh pasal 25 ayat (7) perhitungan PPh pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh MenKeu.
Berdasarkan UU PPh pasal 25 ayat (7) perhitungan PPh pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh MenKeu.
a) Sesuai dengan SeKep MenKeu No. 522/KMK/04/2000 dan diubah
menjadi SeKep MenKeu no. 84/ KMK/03/2002 besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap
bulan untuk WP baru dihitung sebesar jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan
tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12
(duabelas)
b) Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau finansial
lease dengan hak opsi adalah sebesar jumlah pajak penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan
triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang dibayar atau
terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12
c) Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau
finansial lease dengan hak opsi yang merupakan WP barumaka besarnya angsuran
PPh pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah pajak yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba rugi fiskal triwulan
pertama yang disetahunkan , dibagi 12
d) Besarnya
angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Pengusaha Tertentu
ditetapkan sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan
e) Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib
Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau
eceran barang-barang konsumsi melali tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar
di beberapa lokasi, tidak termasuk kendaraan bermotor dan restoran.
f) Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN/D
dengan nama dalam bentuk apapun kecuali Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa
Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung
berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut Rencana Kerja
dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah
disahkan oleh Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan
pemungutan PPh Pasal 25 dan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri
pada tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (duabelas)
g) Apabila RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh
Pasal 25 setiap bulan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir
tahun pajak sebelumnya
h) Apabila ada sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan,
maka dasar penghitungan PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan yang terutang
atas PKP yang dihitung dari penghasilan neto menurut RKAP setelah dikurangi
dengan jumlah sisa kerugian yang belum dikompensasikan tersebut
Fiskal Luar Negeri
Pengertian
Yang
dimaksud dengan Fiskal Luar Negeri adalah Pembayaran Pajak Penghasilan bagi
orang pribadi yang akan bertolak ke luar negeri
Masa Berlaku
Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang perubahan tarif Fiskal Luar Negeri mulai
berlaku pada tanggal 26 Januari 1998.
Besarnya Fiskal Luar Negeri adalah
sbb:
* Rp. 1.000.000,- bagi setiap orang
untuk setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara
* Rp. 500.000,- bari setiap
orang untuk setiap kali bertolak ke luar negeri dengan menggunakan kapal laut
* Rp 200.000,00 (lima puluh
ribu rupiah), untuk setiap kali perjalanan melalui darat.
Perlakuan Pembayaran Pajak
Penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak ke Luar Negeri sebagai Kredit
Pajak
n Bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri , pembayaran
Pajak Penghasilan yang dibayarkan karena bertolak ke Luar Negeri, merupakan
pembayaran pajak penghasilan pasal 25 yang dapat dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang
bersangkutan
n Apabila pembayaran pajak Penghasialn yang karena bertolak ke
luar negeri tersebut ditanggung pemberi kerja, maka pembayaran tersebut
merupakan pembayaran Pajak Penghasilan pasal 25 yang dapat dikreditkan terhadap
Pajak Pengasilan yang terutang dalam SPT PPh pemberi kerja.
Orang Pribadi yang bertolak ke Luar
Negeri yang Tidak Dikenakan Kewajiban membayar Pajak Penghasilan
1) Anggota Korp Diplomatik, Pegawai Negara Asing, Staff dari
Badan-badan PBB, tenaga ahli dalam rangka kerja sama teknik, dan staf dari
Badan/Organisasi Internasional yang mendapat persetujuan Pemerintah RI, dengan
syarat:
¨ Bukan WNI
¨ Tidak melakukan pekerjaan lain atau kegiatan usaha di
Indonesia selain jabatan resmi
2) Anggota keluarga dan pembantu rumah tangga yang bukan WNI
dari mereka yang disebutkan diatas
3) Pejabat negara, Anggota TNI/POLRI dan Pegawai Negeri Sipil
yang bertolak ke luar negeri dalam rangka dinas yang menggunakan paspor dinas
dan dilengkapi dengan surat tugas perjalanan ke luar negeri untuk setiap kali
keberangkatan
4) Anggota keluarga dari mereka yang disebutkan pada poin 3
dalam hal keberangkatannya ke luar negeri dalam rangka penempatan di luar
negeri
5) Anggota TNI/POLRI dan Pegawai Negeri Sipil yang melakukan
tugas di bidang keamanan dan pelayanan pemerintahan di daerah perbatasan yang
melaksanakan tugas dinas ke luar negeri dalam rangka kerja sama dengan negara
yang berbatasan
6) Anggota misi kesenian, misi olah raga dan misi keagamaan
yang mewakili Pemerinta RI ke Luar Negeri dengan persetujuan Menteri Kebudayaan
dan Pariwisata, Menteri Pendidikan Nasional atau Menteri Agama. Aggota misi
kesenian, misi olah raga dan misi keagamaan yang dibebaskan dari kewajiban
membayar pajak Penghasilan pada waktu bertolak ke luar negeri adalah:
¨ Misi kesenian atau kebudayaan yang bertolak ke luar negeri
tersebut telah mendapat persetujuan dari menteri Kebudayaan dan Pariwisata
¨ Misi olah raga yang bertolak ke luar negeri tersebut telah
mendapat persetujuan dari Mendiknas
¨ Misi keagamaan yang bertolak ke luar negeri tersebut
telah mendapat persetujuan dari Mendiknas
7) Para pekerja WNI yang akan bekerja di luar negeri dalam
rangka program pengiriman Tenaga Kerja Indonesia dengan persetujuan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
8) Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan lintas batas
wilayah RI dengan menggunakan Pas Lintas Batas sesuai dengan perjanjian lintas
batas dengan negara RI
9) Penduduk Indonesia yang bertempat tinggal tetap di P. Batam
yang mempunyai KTP yang diterbitkan oleh pihak yang berwenang di pulau
tersebut, dengan syarat telah dipotong pajak Penghasilan oleh pemberi
penghasilan atau telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan telah memenuhi
kewajiban pajak Penghasilan pada KPP Batam
10) Orang
asing yang berada di Indonesia dengan visa turis, visa transit, visa sosial
budaya, visa kunjungan usaha dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan di
Indonesia serta berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan
WNI
yang bertempat tinggal tetap di luar negeri yang memiliki tanda pengenal resmi sebagai
penduduk negeri tersebut dan tidak menerima atau memperoleh penghasilan di
Indonesia serta berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu 12 bulan. Pembebasan ini hanya diberikan untuk 4 kali dalam masa satu
tahun takwin
1) Tenaga kerja WNA pendatang yang bekerja di P. Batam, P.
Bintan dan P. Karimun, dengan syarat mereka telah dipotong pajak penghasilan
oleh pemberi kerja
2) Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia yang tidak bermaksud menetap di Indonesia serta berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dengan syarat telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh pemberi penghasilan
3) Mahasiswa atau pelajar asing yang berada di Indonesia dalam
rangka belajar dengan rekomendasi dari pimpinan Sekolah atau
Perguruan Tinggi yang bersangkutan dan tidak menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
4) Tenaga kerja WNA pendatang yang bekerja di P. Batam, P.
Bintan dan P. Karimun, dengan syarat mereka telah dipotong pajak penghasilan
oleh pemberi kerja
1) Orang asing yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia yang tidak bermaksud menetap di Indonesia serta berada di Indonesia
tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dengan syarat telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh pemberi penghasila
2) Orang asing yang berada di Indonesia dalam rangka melakukan
tugas sebagai anggota misi keagamaan dibawah koordinasi DEPAG dan misi
kemanusian dibawah koordinasi DEPSOS
3) Orang asing yang karena sesuatu hal diperintahkan oleh
Pemerinta Indonesia untuk meninggalkan wilayah Indonesia
4) Awak dari pesawat terbang dan kapal laut serta kendaraan
umum angkutan darat yang beroperasi di jalur imternasional atau melakukan
penerbangan, pelayaran, dan operasi berdasarkan perjanjian carter pengangkutan
5) Penyandang cacat atau orang sakit yang akan berobat ke luar
negeri atas biaya organisasi sosial termasuk satu orang pendamping dengan
persetujuan MENKES
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal dalam wilayah Kerjasama
Ekonomi Sub Regional ASEAN yang bertolak ke luar negeri dalam daerah kerja sama
melalui pelabuhan atau tempat pemberangkatan luar negeri dalam daerah kerja
sama kecuali Bali, yang ditetapkan oleh MENKEU
2) Anak-anak yang berangkat ke luar negeri dengan syarat
umurnya tidak lebih dari 12 tahun
3) Orang pribadi WNA yang bekerja di Indonesia untuk
kepentingan Kantor Perwakilan Perusahaan Asing, yang ditetapkan oleh MENKEU
4) Orang pribadi yang berasal dari bekas propinsi Timor Timur
yang berada di Indonesia dalam status pengungsi, yang telah memutuskan untuk
menjadi warga Negara bekas propinsi Timor Timur dan akan kembali ke Timor
Timur, berdasarkan rekomendasi PMI
5) Anggota misi dagang atau pameran yang mewakili Pemerintan
Indonesia ke luar negeri dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
Pengertian
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26
adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) luar negeri selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Pemotong PPh Pasal 26
- Badan Pemerintah;
- Subjek Pajak dalam negeri;
- Penyelenggara Kegiatan;
- BUT;
- Perwakilan perusahaan luar
negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
Tarif dan Objek PPh Pasal 26
- 20% (final) dari jumlah
penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri
berupa :
- dividen;
- bunga, premium, diskonto,
premi swap, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang;
- royalti, sewa, dan penghasilan
lain sehubungan dengan penggunaan harta;
- imbalan sehubungan dengan
jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
- hadiah dan penghargaan
- pensiun dan pembayaran berkala
lainnya.
- 20% (final) dari perkiraan
penghasilan neto berupa :
- penghasilan dari penjualan
harta di Indonesia;
- premi asuransi, premi
reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang kepada
perusahaan asuransi di luar negeri.
- 20% (final) dari Penghasilan
Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia, kecuali
penghasilan tersebut ditanamkan
kembali di Indonesia. - Tarif berdasarkan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara pihak pada
persetujuan.
Saat Terutang, Cara Pemotongan,
Penyetoran, dan SPT Masa PPh Pasal 26
- PPh pasal 26 terutang pada
akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan terutangnya
penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih
dahulu. - Pemotong PPh pasal 26 wajib
membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
- lembar pertama untuk Wajib
Pajak luar negeri;
- lembar kedua untuk Kantor
Pelayanan Pajak;
- lembar ketiga untuk arsip
Pemotong.
- PPh pasal 26 wajib disetorkan
ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak
(SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan saat
terutangnya pajak.
- SPT Masa PPh Pasal 26, dengan
dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan lembar kedua dan daftar bukti
pemotongan disampaikan
- ke KPP setempat paling lambat
20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh :
Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan
tanggal 24 Mei 2001, penyetoran paling lambat tanggal 10 Juni 2001; dan
dilaporkan ke Kantor Pelayanan
Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2001.
Pajak paling lambat tanggal 20 Juni 2001.
Pengecualian
- BUT dikecualikan dari
pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi
Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan
kembali di Indonesia dengan syarat: - dilakukan dalam bentuk
penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di
Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri, dan;
- dilakukan dalam tahun berjalan
atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima
atau diperoleh penghasilan
tersebut; - tidak melakukan pengalihan
atas penanaman kembali tersebut sekurang-kurangnya dalam waktu 2 (dua)
tahun sesudah perusahaan
tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil. - Badan-badan Internasional yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan.